“Some times we come last, but we did our best”, Melandy Andriawan. Kisah Sukses Pejuang Sekolah Kedinasan Poltek SSN
Halo sobat Poltek SSN
Mimin kembali mengangkat kisah sukses pejuang sekolah kedinasan Poltek SSN.
Kalo sebelumnya Pejuang kita adalah seorang wanita yang tangguh, (Fela Nadya)
Kali ini pejuang kita adalah laki-laki yang pantang berputus asa.
Dia adalah Melandy Andriawan, Taruna tingkat 4 angkatan 17 Poltek SSN. Melandy Andriawan berhasil masuk Poltek SSN setelah tiga kali berjuang mengikuti SPMB Poltek SSN. 2016, 2017, dan di 2018 berhasil.
Selamat membaca dan semoga terinspirasi.
Perkenalan
Saya Melandy Andriawan, salah satu Taruna tingkat 4 saat ini, anggota Poltek SSN angkatan 17. Saya alumni dari SMAN 1 Parungkuda, kabupaten Sukabumi, lulusan tahun 2016. Saya anak pertama dari 3 bersaudara.
Ayah saya bekerja di usaha budidaya walet sebagai pekerja dan ibu saya bekerja sebagai buruh jahit di salah satu pabrik tekstil dekat rumah kami. Adik saya yang pertama bernama Devi, perempuan, kelahiran 2005 dan adik saya yang kedua bernama Ilham, laki-laki, kelahiran 2007.
Kedua adik saya merupakan adik sambung. Ibu kandung saya meninggal karena sakit setelah di rawat di RSUD Sekarwangi – Sukabumi. Saat itu saya berusia 3,5 tahun. Di usia saya menjelang lima tahun, ayah saya menikah lagi dan dikaruniai dua anak, Devi dan Ilham.
Saya dekat dengan adik adik saya karena memang sedari kecil, kami selalu bersama, pun saat saya sepulang sekolah, mereka selalu saya temani di rumah. Bapak dan Ibu saya bekerja.
Saya adalah anak yang biasa-biasa saja sejak dulu. Biasa juara kelas maksudnya. Peringkat satu sampai tiga sudah menjadi langganan buat saya dari SD sampai SMA. Namun menurut orang tua saya, ya memang begitu seharusnya.
Jujur saya merasa kurang diapresiasi, Pun sebenarnya orang tua saya hanya punya gambaran setelah saya lulus SMA, saya bisa bekerja dan mulai belajar mandiri begitu saja. Dan saat saya berbicara tentang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, orang tua saya hanya menyarankan agar sebisa mungkin melalui program beasiswa dikarenakan memang tidak ada alokasi biaya untuk kuliah.
Saat itu, saya berpikir bagaimana caranya supaya bisa melanjutkan pendidikan, tanpa merepotkan orang tua. Tentu harus mengambil beasiswa jika masuk ke Perguruan Tinggi Negeri, atau masuk ke Perguruan Tinggi Kedinasan dengan beasiswa penuh. Tahun 2016 saya mengikuti SNMPTN, SBMPTN, sambil mencari informasi tentang perguruan tinggi kedinasan.
Dan ternyata, pada SNMPTN dan SBMPTN tahun 2016 itu, saya belum lolos seleksi. Saya mulai menggali informasi tentang Perguruan tinggi kedinasan, hingga saya menemukan informasi sekolah kedinasan dengan pembiayaan penuh saat itu, dan saya pikir dari faktor fisik, masih dapat saya sanggupi, antara lain Akamigas Cepu-jalur beasiswa, dan Sekolah Tinggi Sandi Negara atau STSN* (Sekarang Poltek SSN).
Kegagalan demi kegagalan
Saya pun mulai mengikuti seleksi dari dua PTK tersebut, dan saya melakukan kesalahan konyol saat mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di STSN, dimana saat tahap awal seleksi ada mekanisme verifikasi berkas, yang mengharuskan saya hadir langsung di kampus.
Namun dengan kondisi saya saat itu yang tidak memiliki ponsel dengan koneksi langsung ke internet (Ponsel yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan SMS), dan saat di warnet (warung internet) saya kurang teliti dalam membaca pemberitahuan atau arahan di web Poltek SSN tentang SPMB, yang seharusnya saya melakukan verifikasi berkas ke kampus, dan justru saya melewatkannya.
Namun saya memberanikan diri untuk tetap berangkat ke kampus STSN walaupun sudah terlambat 2 hari dari hari verifikasi, dan tentu saja tidak berguna. Saya, ditolak oleh sekuriti, dan karena merasa kecewa karena “kalah sebelum berperang”. Saya menangis tersedu-sedu saat itu di depan pos sekuriti STSN.
Tidak cukup sampai disitu, ternyata berkas milik saya untuk seleksi Akamigas-Cepu juga ditolak dikarenakan ada kesalahan saat pengiriman, yang menyebabkan berkas saya diterima dalam keadaan kurang baik. Sungguh malang nasib saya saat itu.
Menjadi Kuli Bangunan
Saya merasa tidak berguna, karena harapan saya belum berhasil. Saya menyesal luar biasa dan merasa down selama beberapa pekan. namun setelahnya saya merasa tidak bisa jika harus tinggal diam di rumah, maka saya mulai mencari lowongan pekerjaan, membuat lamaran pekerjaan, dan menyebarkannya ke beberapa perusahaan yang ada di dekat rumah, hingga sekitar Jabodetabek.
Saya pun menyadari, bahwa panggilan seleksi kerja tidak akan tiba secepat itu. Saya sempat bekerja sebagai kernet bangunan selama beberapa pekan membangun ruko dua lantai, masih di daerah parung kuda, di desa saya. Pekerjaan saya angkat-angkat barang, seperti pasir, batu, kayu, besi dan semen karena saya pemula. Saya Digaji 60 ribu per hari waktu itu. Karena gajinya harian, saya sisihkan gaji saya untuk uang jajan adik adik saya, Devi dan Ilham buat jajan di sekolah.
Bekerja sebagai buruh Pabrik
Hingga pada Agustus 2016, akhirnya saya mendapatkan panggilan interview kerja di salah satu perusahaan minuman, di Kabupaten Bogor. Saya pun menjalani seleksi kerja, pulang pergi, berproses sekitar satu bulan, hingga akhirnya saya diterima bekerja disana.
Perusahaan yang saya maksud adalah PT. Tirta Fresindo Jaya, salah satu anak perusahaan dari Mayora Group, dengan hasil produksi utamanya saat itu antara lain, Teh Pucuk Harum, Le Mineral, Kopiko 78, dan Kopikap. Pabrik itu berada di Ciherang – Kabupaten Bogor. Alhamdulillah, pada September 2016, saya mulai bekerja disana sebagai helper produksi.
Tugas saya mengangkat material pra produksi, seperti kopi, teh, gula. Tapi karena masih junior, saya ditugaskan ke banyak tempat. Kadang ikut bantu-bantu ke bagian packing, ke gudang, dan ke pengolahan limbah.
Karena saya masih pegawai baru, dan status saya sebagai pekerja alih daya (outsourcing), saya hanya mendapat hari kerja yang sedikit tiap pekannya, antara 2-4 hari kerja per pekan, menyesuaikan order pasar. Makin ramai permintaan pasar, makin sering saya masuk kerja.
Saya digaji perbulan, namun menggunakan hitungan hari. Saat bulan pertama masuk kerja, total gaji saya 1 juta 300 ribu rupiah, masih di bawah Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bogor, waktu itu di angka 2 juta 800 ribu rupiah.
Saya membagi gaji saya sebesar 500 ribu rupiah kepada orang tua, namun sejujurnya orang tua saya pun tidak menuntut. Tempat kerja saya sekitar 20 Km dari rumah. Di awal masa kerja, saya masih pulang pergi. Saat saya sudah mendapat hari kerja yang lebih baik kurang lebih setelah 3 bulan bekerja, saya memutuskan untuk tinggal di kost kecil dengan kamar mandi diluar kamar. Sewa per bulan masih 200 ribu rupiah saat itu.
Keracunan Gas Acid
Selama saya bekerja di PT, ada satu kejadian yang hampir merenggut nyawa saya. Saat itu adalah akhir pekan sehingga pekerjaan kami hanya membersihkan mesin produksi. Saya membersihkan mesin dengan akses terbatas karena terdapat pipa gas di area itu. Saya berdua dengan Ridwan rekan saya, Usianya masih sebaya dengan saya. Dia mendahului beristirahat karena memang sudah waktunya. Sedangkan saya memilih lanjut bekerja karena ada area isolasi yang ingin saya bersihkan segera sehingga saya memilih menunda waktu istirahat.
Ternyata di area tersebut terdapat kebocoran gas Acid atau asam dari pipa. Padahal Gas itu biasa digunakan untuk membesihkan area pabrik, hanya saja dengan kepekatan yang sudah diturunkan. Tentu karena aromanya sama, saya tidak menyadari kalo gas acid di area isolasi sudah melewati ambang batas. Saya keracunan gas acid dan akhirnya pingsan di area isolasi.
Untung ada Kang Daen. Dia senior saya di pabrik. Saat itu Kang Daen rupanya juga sedang istirahat, Kang Daen rencananya hendak mengajak saya beristirahat bersama. Dia menyusul saya ke area isolasi. Setibanya di area isolasi, Kang Daen melihat saya tergeletak di dekat mesin pembersih. Udara di dalam area tersebut sudah pekat dengan gas acid. Akhirnya kang daen keluar dan kembali dengan masker, lalu perlahan mengangkat saya dari mesin, dan mengeluarkan saya dari area tersebut. Apa jadinya kalau kang Daen tidak menemukan saya?
Gagal lagi yang kedua kalinya
Kesempatan masuk ke Poltek SSN datang lagi di tahun 2017. Saya kembali mendaftar sebagai pejuang sekolah kedinasan dengan tujuan Poltek SSN. Saat itu saya sudah bekerja di pabrik selama 1,5 tahun dengan sistem kerja shift. Saat tiba waktu seleksi, saya akali dengan pulang-pergi dari tempat kos saya di Ciherang ke tempat seleksi di ciseeng Bogor. Dan jika berbentrokan dengan hari kerja, saya meminta ganti shift dengan rekan yang beda shift.
Saya bertemu dengan sesama pejuang sekolah kedinasan Poltek SSN. Namanya Akmal, dari SMAN 1 Banjar, Kota Banjar, Jawa Barat.
Saya selalu antusias saat test, saya merasa selalu bersuka cita. Selebihnya hanya merasa minder dengan rekan-rekan yang saat test koran bisa menjawab sangat cepat, saat wawancara bisa menjelaskan dengan hebat, atau dengan rekan yang saat seleksi samapta, kebugarannya bagus.
Saya hanya belajar satu pekan sebelum hari test. Semisal pekan depan akan ada Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), maka saya mengisi buku kripton dan buku test Perguruan Tinggi Kedinasan lainnya sepulang kerja. Begitupun jika pekan berikutnya test akademik, saya baru buka kembali setelah melewati seleksi SKD.
Sayangnya, kami harus menerima kenyataan gagal masuk ke Poltek SSN 2017. Saya sendiri hanya sampai tahap wawancara. Benar – benar akhir yang menyedihkan. Tapi saya tidak sampai menangis seperti kegagalan pertama. Saya anggap, belum rejeki saya.
Kisah Romansa
Setelah kegagalan kedua, saya kembali ke rutinitas sebagai buruh pabrik. Saya dekat dengan seorang wanita. Dia teman saya saat SMA di Parung kuda. Kami tidak ada istilah pacaran, karena orang tua kami sebenarnya pun tidak suka dengan istilah yang demikian. Berbeda dengan saya yang tidak ada biaya untuk lanjut kuliah, Dia – sebut saja Bunga – langsung melanjutkan kuliah ke jenjang Diploma.
Di akhir 2017 Bunga memutuskan untuk menikah dengan seniornya and it breaks my heart. She hurt me soo deep. Saya merasa ditinggalkan karena saya hanya pekerja pabrik, yang bahkan pekerja tetap juga belum, terlebih juga latar belakang keluarga saya yang juga tidak kaya.
Tapi dari hal itu saya berusaha lebih giat latihan untuk mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiwa Baru STSN tahun depan, dan saat itu saya berpikir, “Harus Sukses”, ” Jadi PNS”. Pada intinya saya ingin menunjukkan pada dia nanti, “Saya bisa sukses walau tidak denganmu”.
Usaha tidak mengkhianati Hasil
Dari test yang gagal di 2016, hanya satu yang saya pelajari, yaitu harus teliti dan seksama dalam membaca apapun itu.
Namun setelah melalui test kedua di 2017, pengalaman saya jadi lebih banyak, tentang bagaimana efisiensi waktu belajar yang sesuai dengan hari kerja saya, bagaimana menghadapi wawancara dengan baik dan benar, tetap tenang saat test koran walaupun ada gangguan suara* (FYI. Saat itu, peserta SPMB STSN pada saat mengerjakan tes koran harus menghadapi gangguan berupa Noise atau suara suara yang membuat peserta susah berkonsentrasi).
Tibalah test SPMB Poltek SSN 2018. Ternyata saya bertemu kembali dengan Akmal yang menjalani test untuk kedua kalinya, dan saya juga mendapatkan kenalan baru yaitu Bagas dari SMAN 1 Purwakarta. Bagas sempat satu kos dengan saya waktu seleksi.
Test ketiga ini bagi saya adalah kesempatan terakhir menjadi pejuang sekolah kedinasan. Kalau kali ketiga ini saya gagal, saya akan fokus bekerja saja.
Karena sudah pernah melewati dua kali test sebelumnya dan gagal, persiapan di test yang ketiga ini lebih efisien dan saya tidak terlalu berharap berlebihan terhadap hasilnya.
Saya muslim. Saya melakukan ibadah tambahan untuk mendekatkan diri saya kepada Tuhan. Saya rutin solat dhuha dan saya melakukan solat tahajud saat saya bekerja shift pagi biasanya. Saya merasa lebih percaya diri dan yakin bahwa apapun yang ada di depan, saya siap jalani dengan sebaik-baiknya. Dan apapun hasilnya ke depan, berarti itu yang terbaik. Di test yang ketiga ini saya lebih legowo, lebih pasrah atas apa yang nanti akan terjadi.
Test demi test berhasil saya lalui. Sampailah saya pada seleksi wawancara. Saat akan seleksi wawancara SPMB, saya mendapat promosi kontrak pabrik secara langsung. Artinya jika saya ambil promosi itu, sy sudah tidak menjadi pegawai alih daya atau outsourcing lagi. Kesempatan untuk menjadi karyawan tetap pun terbuka. Promosi tersebut bersifat terbatas. Saya akan mendapat hari kerja minimal 6 hari penuh dalam satu pekan. Itu artinya, penghasilan saya akan lebih besar. Tapi kalau saya diterima si STSN, maka kontrak tersebut akan mubazir.
Akhirnya saya memilih mengundurkan diri dari perusahaan dan mengajukan nama Kang Daen -orang yang menyelamatkan saya dari keracunan gas- untuk menggantikan posisi saya. Kang Daen saat itu berumur 24 Tahun dan sudah berkeluarga. Sedangkan saya masih lajang dan masih muda. Apabila saya tidak di terima di STSN masih bisa mencari pekerjaan lagi di tempat lain. Usai sudah pengabdian saya di PT Tirta Fresindo Jaya dengan jabatan terakhir sebagai operator mesin.
Setelah tidak bekerja, saya bisa fokus pada test SPMB STSN dan Alhamdulillah saya diterima di STSN setelah tiga kali mencoba. Saya sampai hari ini suka merenung, amalan mana yang membuat Tuhan mengijinkan saya diterima di STSN. Apakah Solat Duha dan Tahajud saya? Ataukah Doa dari Kang Daen?
Akhir yang bahagia
Adik adik saya, Devi dan Ilham bangga setelah saya di terima di STSN, dan alhamdulillah mereka lebih termotivasi untuk berprestasi di sekolah seperti menjadi juara kelas. Keinginan saya melanjutkan pendidikan tanpa merepotkan orang tua tercapai. Orang tua pun senang.
Bagas, teman seperjuangan saya dimasa SPMB 2017. Dia berhasil lolos SPMB Poltek SSN di tahun 2019 setelah tiga kali mencoba dan saat ini menjadi adik tingkat saya. Dia saat ini di tingkat 3.
Akmal, Dia mencoba di 2017 dan 2018, dan gagal keduanya. Kami sempat bertemu muka saat ada event try-out dari senat Poltek SSN di tahun 2019 dan dia ikut sebagai peserta. Dia bercerita tidak akan mencoba untuk ketiga kali.
Kabar terakhir yang saya tau tentang Bunga, dia dikaruniai putri yang cantik dan hidup bahagia bersama suaminya.
Sobat Poltek, doakan saya semoga dapat menyelesaikan studi di Poltek SSN dan menjadi sandiman yang bisa memecahkan banyak algoritma.
Nasehat saya buat teman teman pejuang Sekolah kedinasan Poltek SSN, “Some times we come last, but we did our best”. Berjuanglah, lakukan yang terbaik sampai titik darah penghabisan.
SELAMAT BERJUANG KAWAN, JANGAN MENYERAH, TERUS SEMANGAT, LAKUKAN YANG TERBAIK!
Dari saya, Melandy Andriawan yang sukses di terima di Poltek SSN setelah tiga kali mencoba.